Upah Relawan Kotak Amal (Ngelis)
Sudah menjadi kewajaran di sekitar kita
pembangunan fasilitas ibadah (mis. Masjid, mushalla, madrasah,
pesantren, dll) yang mengandalkan dana sumbangan masyarakat. Dengan
segala kreatifitasnya, panitia berusaha sekuat tenaga mencukupi
kekurangan pendaan ini.
Diantara strategi penggalian dana
dilakukan dengan cara mengirim relawan untuk naik ke atas angkutan umum
dan mengedarkan kotak amal kepada para penumpang. Atau dengan cara
mendirikan semacam ‘pos’ di pinggiran jalan raya dengan harapan menarik
minat mereka yang lewat untuk beramal.
Akan tetapi dalam prosesnya relawan
memerlukan biaya guna memenuhi kebutuhannya. Meskipun sekedar makan,
minum atau bensin untuk perjalanan. Oleh karena itu diaturlah pembagian
hasil antar keduanya. antara relawan penggalang dana dan panitia sebagai
penerima dana.
Fenomena semacam ini diperbolehkan dalam
fiqih asalkan tidak melebihi dari upah sepantasnya atau sekedar
mencukupi kebutuhannya, apabila relawan itu fakir. Lain halnya kalau
relawan adalah orang yang kaya, maka tidak boleh, sebagaimana firman
Allah: Apabila si orang itu kaya hendaknya menjaga diri
(jangan mengambil) dan apabila si orang itu fakir maka hendaknya
mengambil sekedarnya secara baik.
Demikian keterangan Abu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj
وَقِيْسَ بِوَلِيِّ الْيَتِيْمِ فِيْمَا ذُكِرَ مَنْ
جَمَعَ مَالاً لِفَكِّ أَسْرٍ أَيْ مَثَلاً فَلَهُ إِنْ كَانَ فَقِيْرًا
اْلأَكْلُ مِنْهُ كَذَا قِيْلَ وَالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ فَلَهُ أَقَلُّ
اْلأَمْرَيْنِ قَالَ الشَّرْوَانِي (قَوْلُهُ أَي مَثَلاً) يَدْخُلُ مَنْ
جَمَعَ لِخَلاَصِ مَدِيْنٍ مُعْسِرٍ أَوْ مَظْلُوْمٍ مُصَادَرٍ وَهُوَ
حَسَنٌ مُتَعَيَّنٌ حَثًّا وَتَرْغِيْبًا فِيْ هَذِهِ الْمُكَرَّمَةِ. أهـ
سَيِّد عُمَر. أَقُوْلُ وَكَذَا يَدْخُلُ مَنْ جَمَعَ لِنَحْوِ بِنَاءِ
مَسْجِدٍ. (قَوْلُهُ وَ كَذَا قِيْلَ) لَعَلَّ قَائِلُهُ بَنَاهُ عَلَى مَا
مُصَحِّحِ الرَّفِعِي. اهـ سيد عمر. (قَوْلُهُ فَلَهُ أَقَلُّ
اْلأَمْرَيْنِ ) النَّفَقَةُ وَاُجْرَةُ الْمِثْلِ .
Disamakan dengan wali anak yatim, seperti yang telah dikemukakan, orang yang mengumpulkan harta, misalnya untuk membebaskan tawanan. Jika ia orang yang miskin maka ia diperbolehkan untuk makan dari harta tersebut atau ia boleh mengambil satu di antara dua hal yang paling sedikit, yaitu biaya nafkah atau mengambil ujrah al-mitsli (upah standar).
Menurut al-Syirwani yang demikian itu
termasuk pula orang yang mengumpulkan harta untuk membantu menyelamatkan
orang miskin yang terbelit hutang atau orang yang terzalimi yang
dirampas hartanya. Pendapat tersebut adalah pendapat yang baik dan
(memang) harus seperti itu, sebagai pendorong dan penyemangat dalam
perbuatan mulia ini. Demikian pendapat Sayyid Umar. Saya (al-Syirwani)
berpendapat:“Begitu pula orang yang mengumpulkan harta untuk membangun
mesjid.” (Maksud salah satu di antara dua hal), yaitu nafkah dan ujrah
al-mitsl (upah standar).
Keputusan Muktamar NU ke-2 (Sumber: http://nu.or.id)
Posting Komentar untuk "Upah Relawan Kotak Amal (Ngelis)"